[ Oleh: Agus Dedi Putrawan ]
Dalam
rangka menjaga keharmonisan berbangsa dan bernegara, hampir semua orang sepakat
dengan konsep moderasi beragama. Dalam Islam dikenal dengan Islam moderat. Moderasi
berarti moderat, lawan kata dari ekstrem, atau yang berlebihan dalam menyikapi
perbedaan dan keragaman. Kata moderat sendiri dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah
al-wasathiyah. yang bermakana terbaik dan paling sempurna.
Islam
Wasathiyyah yang berimplikasi pada konsep tawazun
(berkeseimbangan), i’tidâl (lurus dan
tegas), tasamuh (toleransi), musawah (egaliter), syura (musyawarah), ishlah
(reformasi), aulawiyah (mendahulukan
yang prioritas), tathawwur wa ibtikar
(dinamis dan inovatif),[1]
namun hampir semua masih terjebak pada definisi.
Romantisisme
akan keindahan makna dari narasi-narasi tidak boleh hanya berkutat dan selesai
pada panggung-panggung pengajian, seminar, workshop, lokakarya dan
diskusi-diskusi di warung kopi kemudian melepas individu-individu untuk belajar
dan mempraktikkannya sendiri-sendiri. Padahal sejatinya konsep-konsep di atas
dibutuhkan oleh semua orang untuk menciptakan perdamaian dalam dunia sosial. Maka
dari itu untuk mewujudkan moderasi beragama dibutuhkan kesadaran ruang dan waktu
dari setiap individu.
A.
Konsep Kesadaran, Ruang Dan Waktu
Hampir
semua aktivitas manusia tidak terlepas pada konteks ruang dan waktu. Ruang dan
waktu memberi makna terhadap segala aktivitas manusia. Aktivitas Jogging
sangatlah baik, namun tidak akan bermakna jika dilakukan di jam 01:00 WIta.
Perbedaan jam dalam sebuah aktivitas akan merubah pula makna yang akan
dilahirkan.
Selanjutnya
memainkan alat musik seruling di sawah atau di gunung akan membuat suasana
hidup, namun berbeda jika dilakukan ketika khatib sedang berkhutbah di
masjid. Aktivitas yang sama di ruang
berbeda akan memberi makna yang berbeda pula.
1.
Waktu.
Waktu yang dimaksud dalam tulisan ini
dibedakan menjadi dua yaitu waktu psikologis dan waktu eksistensial. Waktu
psikologis adalah waktu yang disepakati oleh manusia sebagai masa lalu,
sekarang dan masa depan. Manusia sedih karena teringat atas kejadian-kejadian
yang pernah dialami di masa lalu, manusia gelisah karena teringat atas
rencana-rencana di masa yang akan datang.
Sedangkan waktu eksistensial adalah waktu yang dimiliki oleh manusia secara ril ketika mengada di dunia secara linier. Waktu eksistensial misalnya sekarang, saat ini, kini, di sini. Manusia tidak banyak memanfaatkan waktu kekinian akibat pengaruh dari kemajuan teknologi, mereka sibuk dengan hal-hal yang sebenarnya sia-sia.
2.
Ruang
Ruang
dibagi menjadi empat dimensi yaitu ruang objektif, ruang sosial, ruang relijius
dan ruang tanpa aktivitas (istirahat).
a. Ruang objektif
adalah ruang di mana manusia berhubungan dengan objek berupa benda atau materi,
baik objek abstrak seperti ide dan gagasan maupun objek ril seperti batu,
gunung dan artefak buatan manusia. Hukum yang berlaku adalah hukum sebab akibat
(kausalitas)
b. Ruang sosial
adalah ruang di mana manusia berinteraksi sesama manusia yang memiliki unsur
dan nilai yang sama sebagai mahluk yang memiliki harkat dan martabat. Manusia
memilki tiga untuk konstitutif dalam dirinya yaitu unsur materi (sebagaimana
unsur-unsur yang ada di alam jagad raya), unsur biologis (sebagaimana yang ada
pada hewan dan tumbuhan), dan unsur kesadaran (fitur yang membedakan antara
manusia dengan mahluk yang ada di muka bumi). Hukum yang berlaku adalah hukum
moral.
c. Ruang Religius
adalah ruang di mana manusia berhubungan dengan penciptanya dalam rangka penghambaan
atas keimanan. Dengan ketakwaan Manusia menyandarkan segala sesuatu kepada
penciptanya dalam rangka beribadah.
3.
Kesadaran
Kesadaran
adalah fitur yang dimiliki oleh manusia sebagai mahluk otonom. Kedasaran mampu mendrive tindakan menunda “Delay
Gravitation” sebagaimana berlaku pada hukum kausalitas. Manusia mampu menunda
untuk marah, mereka bersabar tatkala dihina, manusia mampu mengolah
kesabarannya demi kebaikan bersama.
Ada
dua tipe kesadaran: Kesadaran ke luar adalah kesadaran yang melahirkan tindakan
atas respon dari lingkungannya. Respon tindakan ini sama seperti tindakan hewan
yang diarahkan atas pengaruh atau stimulus dari luar dirinya. Sedangkan respon
tindakan yang lahir dari kesadaran ke dalam adalah tindakan mengingat, mengevaluasi
diri, berzikir dan lain sebagainya.
B.
Pembahasan
1.
Moderasi Beragama Dalam Ruang Objek
Prototipe
relasi manusia dengan benda/materi atau dikenal dengan istilah relasi subjek
dengan objek bercirikan bahwa manusia atau subjek menguasai objek tersebut. Manusia
(subjek) mengendalikan, menggunakan, memanipulasi dan mengeksploitasi objek
untuk kegunaan-kegunaan praktis. Objek adalah entitas yang tidak kuasa atas
dirinya sendiri, ia tidak memiliki sistem delay
of grivity dan tidak memiliki pilihan-pilihan tindakan.
Relasi
ideal antara manusia dengan objek adalah dalam rangka sebagai instrumen yang
semata-mata memberi manfaat bagi hubungannya dengan sesama manusia dan
hubungannya dengan Tuhan. Relasi yang terbangun dihajatkan untuk memperbaiki
hubungan dengan sesama manusia. Disebut deviasi manakala manusia
mengeksploitasi atau merusak alam tanpa memperdulikan dampak buruknya terhadap
manusia yang lain.
2.
Moderasi Beragama melalui Relasi Manusia Dengan Sesama Manusia
Dalam
kehidupan sehari-hari banyak orang merendahkan manusia yang lainnya karena
perbedaan kepercayaan, perbedaan warna kulit, perbedaan kedudukan sosial,
jabatan, kekayaan, gelar dan objek-objek yang lainnya. Konflik selalu berangkat
dari ketersinggungan satu pihak oleh pihak yang lain, atau ketidakadilan satu
pihak oleh pihak yang lain, merasa lebih kaya, lebih pintar, lebih unggul,
lebih pantas, lebih tinggi, lebih berpengalaman, lebih kaya, paling benar atau
bahkan karena perbedaan pilihan menimbulkan konflik antar manusia.
Prototipe
ideal relasi manusia dengan sesama manusia atau dikenal dengan relasi antara
subjek dengan subjek adalah relasi saling berterima.. Hubungan manusia dengan
manusia yang lain adalah relasi saling mengakui “recognize”, menghargai sebagai mahluk ciptaan Tuhan yang memiliki
harkat dan martabat.
3.
Moderasi Beragama melalui Relasi Manusia Dengan Tuhan.
Prototipe
relasi ideal dengan Tuhan adalah relasi penghambaan oleh manusia terhadap
pencipta-Nya. Relasi manusia dengan Tuhan dalam rangka penyerahan diri yang
dalam aktivitasnya disebut ibadah. Oleh sebab itulah relasi subjek dengan objek
dan relasi subjek dengan subjek dalam rangka ibadah kepada Tuhan. Indikator
harmonisnya hubungan manusia dengan Tuhannya tercermin dari harmonisnya
hubungan manusia tersebut dengan alam dan hubungannya di ranah sosial.
C.
Kesimpulan
Kesadaran bahwa manusia adalah yang paling penting dari pada
sekedar objek alami maupun objek buatan menjadi penting guna menciptakan
moderasi. Relasi manusia dengan subjek mengabdi pada harmonisasi hubungan antar
sesama manusia bukan sebaliknya. Tidak menebang pohon bukan semata-mata
melindungi alam namun lebih daripada itu yakni menjaga hubungan baik dengan
sesama manusia. Relasi manusia dengan manusia yang lain menjadi prasyarat
keharmonisan hubungan dengan Tuhan.
[1] Mohamad Fahri , Ahmad
Zainuri, Moderasi Beragama di Indonesia, Jurnal
Intizar, Vol. 25, No. 2, (Desember
2019).